Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia

Diseminasi Penelitian Kolaborasi Yapesdi bersama LBHM dan AIPJ2: Akses Pemenuhan Hak untuk Orang dengan Sindroma Down di Indonesia

Pada 14 Juni 2024, Yapesdi bersama dengan LBHM dan AIPJ2 mengadakan diseminasi penelitian berjudul Akses Pemenuhan Hak untuk Orang dengan Sindroma Down di Indonesia.

Dari pemaparan hasil penelitian oleh Aisya Humaida dari LBHM dan Fharah Dhiba dari Tim Advokasi Yapesdi adanya keterbatasan akses pendidikan, layanan publik dan pekerjaan yang masih dialami orang dengan sindroma Down. Dari ketiga keterbatasan akses tersebut, hal ini membuat orang dengan sindroma Down tereliminasi dari hak dasar mereka.

Hal ini juga disampaikan oleh Morgan Maze dalam kata sambutannya, bagaimana riset tersebut adalah kisah nyata yang dialami dia dan teman-temannya. “Kami masih didiskriminasi untuk bisa hidup wajar dari mulai sekolah sampai bekerja”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami pengalaman orang dengan sindroma Down dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, pelayanan publik: kesehatan, transportasi dan perbankan. 

Pak Hari Kurniawan atau lebih dikenal dengan panggilan Cak Wawa, komisioner Komnas HAM, sebagai penanggap setuju bagaimana penelitian ini bermanfaat dalam mengkritisi peraturan pemerintah yang masih tidak memiliki sensitivitas disabilitas salah satunya penggunaan test IQ sebagai syarat penerimaan masuk sekolah umum khususnya  untuk calon murid penyandang disabilitas intelektual. 

Bu Sekar Pratiwi Aji perwakilan dari Kemenaker yang membawahi Penempatan tenaga kerja, sebagai penanggap memberikan dukungan dan apresiasi terhadap hasil penelitian ini. Beliau memberikan masukkan untuk perlu adanya riset lanjutan terhadap jenis pekerjaan agar dapat mempermudah Kemnenaker dalam mengakomodasi ketenagakerjaan orang dengan sindroma Down. 

Menurut direktur MOST UNESCO yang sekaligus adalah peneliti senior dari BRIN, Ibu Tri Nuke Pudjiastuti, penelitian ini merupakan riset pertama tentang orang dengan sindroma Down di Indonesia. Pendataan dan riset tentang orang dengan sindroma Down masih sangat minim karenanya penelitian ini menjadi sangat penting dan dapat dijadikan pembuka jalan untuk melakukan perbaikan dari apa yang masih salah dari hasil temuan penelitian dan bisa menjadi dasar untuk dilakukan penelitian lanjutan mungkin yang lebih komprehensif dan kemudian bisa memberikan rekomendasi yang lebih implementatif. Beliau juga mengajukan diri untuk mendampingi kami bila melakukan audiensi dengan kementrian untuk memperkuat argumen advokasi yang akan kami lakukan. 

Terakhir, Ibu Tita Sriharyati dari Kementrian PMPK  memberikan tanggapan tentang  perlunya peningkatan kwalitas SLB setelah melihat realita yang telah digambarkan oleh Ibu Dewi Tjakrawinata dari Yapesdi tentang kualitas SLB C yang masih buruk bagi orang dengan sindroma Down untuk meningkatkan kapasitas mereka. Beliau pun bersedia untuk menindaklanjuti hasil pertemuan ini dengan mengadakan pertemuan lanjutan di Kementrian PMPK.

Selain acara diseminasi hasil penelitian ini yang laporannya sudah jadi,  laporannya  juga sudah dibuatkan versi dalam Bahasa Sederhana yang telah di peer-reviewed oleh Morgan Mazé sehingga orang dengan sindroma Down dapat membaca dan memahami hasil penelitian tentang mereka, dari mereka dan untuk mereka. Seperti yang dikatakan Morgan pada saat pembukaan: Nothing About Us Without Us.

Harapan kami tentunya, penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang situasi yang dialami oleh orang dengan sindroma Down yang masih sangat buruk,  sehingga para pengambil kebijakan dapat memperbaiki atau membuat kebijakan yang lebih baik agar mempersempit kesenjangan antara orang dengan disabilitas intelektual khususnya dengan sindroma Down dengan yang non disabilitas intelektual. Dan pada akhirnya tentu agar orang dengan sindroma Down dapat hidup bermartabat dan bahagia karena hak-hak mereka dipenuhi oleh negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More to explorer